March 22, 2012

Abii

Itu lho ayahku :D
Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk mengumbar ketidakrelaanku terhadap seorang sosok yang sudah hilang saat ini. Sama sekali bukan itu. Tulisan ini dimaksudkan untuk kamu, untuk kamu yang seharusnya selalu bersyukur karena mempunyai seseorang yang begitu menyayangimu tanpa pamrih, yang menyayangimu luar biasa tulus, yang rela mengorbankan nyawa hanya untuk mengisi lambungmu, yang rela bercucuran darah hanya agar terbentuk senyuman di bibirmu, yang berani meremukkan tulangnya dalam kulit yang sudah semakin longgar hanya untuk kelayakan hidupmu. Walau sering kali kita mendustakannya. Kadang beralasan dan bahkan tanpa alasan apapun.

Jangan sampai kamu menyesal, karena itu terlalu perih untuk dirasakan, mengapa? Karena aku telah merasakannya. Sesalan yang kuestimasikan tanpa ujung. Sesalan yang sebenarnya tak menghasilkan apapun. Sesalan yang sangat perih.

Kira- kira kejadian yang tak pernah terduga itu terjadi sekitar bulan Juli saat aku libur semester genap di kelas 2 SMP.

Mungkin iya, kesadaranku akan kecintaannya masih terlalu kecil saat itu, yah, aku terlalu bodoh untuk menyadarinya, sampai akhirnya sekarang aku sangat menyadari bahwa kecintaannya terhadapku melebihi dirinya sendiri bahkan lebih.

Bapak, atau terkadang kalau lagi mood kami panggil dia Babeh, dia benar benar lelaki Sunda yang ganteng, yang sampai- sampai seorang wanita yang terlalu cantik dan hebat seperti Ibukupun jatuh hati padanya. Hmmm, tapi itu saat dia muda, saat rambutnya belum botak ditengah yang lebih mirip Einstein seperti terakhir kali ku melihatnya,  walau begitu, kegantengannya tak pernah kalah oleh kejamnya kebotakkan dan waktu, buktinya saja, Ibuku yang semakin lama waktu berlari, kecintaan terhadapnya tak pernah lusuh, bahkan semakin kuat. Yaah namun tentunya kegantengannya bukanlah hal yang terlalu berpengaruh terhadap kecintaan ibuku. Masih ada aspek- aspek lain yang belum pernah Ibu ceritakan padaku yang menjadi dorongan dia untuk menerima lamaran Babeh.

Bapak adalah lelaki bungsu dari 6 bersaudara, walau begitu kehidupannya yang paling singkat dibanding saudara yang lain. Tapi jangan pernah berpikir bahwa Bapak diperlakukan seperti sosok bungsu pada umumnya, orang disekitarnya begitu menghormatinya bahkan oleh orang yang umurnya lebih tua dibanding dirinya. Sepertinya yang membuat Bapak dihormati seperti itu karena bakatnya yang luar biasa, bakat terhadap all about electric. Sampai- sampai orang Korea saja memperebutkannya, yang padahal Bapak bukanlah seorang engineer, jangankan engineer, ijazah SMP saja dia belum sempat dapatkan, karena terlalu sibuk dengan hobi renangnya sewaktu SMP. begitulah Ibu mengatakannya sambil tersenyum penuh rindu.

Aku ingin sekali menyalahkan profesi dan kebiasaan merokoknya, karena menurutku, hal hal itulah, yang membuatku tak bisa lagi merasakan serunya duel billiard di sebuah permainan yang ada di nintendo kuno kepunyaanku. Tapi ternyata, memang tak ada yang layak disalahkan, semua berjalan sesuai kehendakNya, dan memang itulah yang terbaik yang Dia timpakan pada kami.

Awalnya dari sebuah kecelakaan saat dia bekerja di Negara yang disebut Austria. Itu menurutku, karena memang semenjak Babeh pulang dari sana, Babeh sering sakit- sakitan dan selalu memintaku untuk dipijitin. Namun karena kenakalanku waktu SD yang punya hobi aneh mangoleksi kartu Digimon, aku selalu minta imbalan uang atau gaji atas pijitan itu, waktu itu tarifnya masih Rp.1000/pijitan pada satu sistem organ, dan terus berkembang dan menjadi pekerjaan tetap hingga tak ada lagi yang bisa dipijit.

Semuanya kenangan indah, tak ada satupun kenangan buruk bersamanya, bahkan ketika telapak tangannya melayang cepat ketubuhku ketika aku enggan untuk mengaji. Itupun begitu indah, yang bahkan sangat kucita- citakan di masa- masa kini. Namun itulah cita- cita yang mustahil.

Entah apa lagi yang harus kutulis mengenai semua ini, apakah aku harus menulis bahwa sekarang air mataku sedang menetes sambil bergemetaran tangan untuk mencoba mengungkapan semua ini. Atau apakah aku harus menulis bahwa aku adalah anak durhaka yang selama masa hidupnya hanya menunjukan kegagalan demi kegagalan kepada Ayahnya, atau bahkan apakah aku harus menulis bahwa aku sangat ingin bertemu dengan Babeh walau itu mustahil.

Yasudahlah, aku ikhlas, aku ikhlas Yaa Allah, dia milikMu, sepenuhnya milikMu, mungkin bila boleh dikata aku hanya meminjamnya sebagai seorang yang sangat menyayangiku di dunia ini. Walau hanya sebentar tapi aku sangat bersyukur karena nikmat inipun tidak jarang tidak dimiliki orang lain, aku sudah cukup bahagia mempunyai ayah dalam arti fisik selama 19 tahun lebih, apalagi sesuatu yang Allah pinjamkan itu adalah sesuatu yang sangat hebat, jadi wajar apabila masa pinjamannya singkat.

Sesuai fitrah, pertemuan mengundang perpisahan, jadikanlah keduanya menjadi sesuatu yang luar biasa, agar mampu dikenang, agar mempunyai arti, seperti Ayahku yang sukses membuat kenangannya senantiasa berkeliling indah dalam hidupku yang sangat mustahil untuk dilupakan. Haah, sudahlah aku tak bisa mengungkapkannya lagi penegtahuanku masih kurang untuk merangkai keindahannya.

Untuk akhirnya sih, aku hanya ingin memberikan sedikit saran, saran untukmu agar lebih berbakti kepada Orangtua, bukan hanya Ayahmu tapi juga Ibumu, karena berbakti kepada orangtua merupakan salah satu nikmat yang sangat luar biasa, yang untuk sebagian orang sepertiku, hal itu sangat dicita- citakan. Jadi, jangan pernah kesempatan untuk berbakti itu hilang karena kedurhakaanmu. Karena menyesal itu sangatlah sakit dan tidak berguna. Yang pada akhirnya hanya do’a yang bisa kita beri jika kita tersadar. Ehmm yang terakhir, salam ya untuk Ayahmu, semoga beliau senantiasa diberi kesehatan dan perlindungan, dan untukmu berusahalah untuk menjadi putra/putrinya yang terbaik yang pernah dia punya, jadilah anak shalih/shalihah untuknya J

2 comments:

  1. i've never known how it feels instead.., yah, having a Dad..

    ReplyDelete
  2. :) just having mom is not bad, so thanks for it

    ReplyDelete