March 22, 2012

Resuming the Life

Mungkin iya, memperhatikan hidup orang lain itu menjadi hal yang kurang menarik, karena kita disana hanya berperan sebagai penonton, sedangkan fitrahnya setiap manusia selalu ingin menjadi tokoh utama di hidupnya masing- masing. Tapi, pernahkah terlintas di pikiran bahwa umur kita yang belum tahu seberapa panjangnya ini masih terlalu menjadi wadah yang kecil untuk menampung seluruh ilmu dunia- akhirat yang begitu banyaknya. Oleh karenanya kita dapat menyiasatinya dengan meminjam umur oranglain, yah benar, belajar dari pengalaman oranglain merupakan salah satu cara yang menurutku efektif untuk belajar.

Akhirnya nulis lagi setelah sekian lama, karena ternyata kuliah gak sesantai yang terbayangkan saat SMA, hmm, tapi tak apa karena kalo aku gak mengalami ini ceritanya gak akan semenarik ini. Sebenarnya ada motif lain juga sih si curcolanku mulai lagi -_- baru saja melihat tulisan seseorang di blognya, dan sesaat terpikirkan untuk menulis lagi setelah UTS selesai, bukan hanya karena tulisannya sih tapi terlebih karena siapa penulisnya J oke cukup membahas latar belakang, mari kita bahas isinya.

Sangat ada banyak yang ingin kuceritakan pasca kisah sebelumnya, hanya saja tanganku gak bisa kompromi kalo udah merasakan kegelisahan berupa cenat cenut, apalagi sang tangan kanan, beliau tuh kurang tertarik untuk menyentuh keyboard, untuk sekarang beliau sedang benar- benar melakukan pendekatan dengan si intuos4. Tapi tak apa bos Otak sudah menginstruksikan untuk menulis, jadi beliau gak bisa membangkang. Ah! Iya juga, bagaimana kalau kita menceritakan mengenai kisah sang tangan kanan dengan si intuos4 aja, kayaknya beliau begitu semangat kalo membahas ini :D .

Kisahnya dimulai ketika aku yang sedang kesulitan memilih program studi di akhir masa TPB (tingkat 1). Ada beberapa kendala saat itu seperti kendala finansial, kendala passion, dan kendala waktu. Finansial pada waktu itu berkaitan dengan fasilitas penunjang kuliah, karena pada saat itu, Dell studio XPS 16 ini belum ada, sedangkan prodi di bidang desain hampir seluruhnya butuh media digital, seperti desain produk, desain interior, dan desain komunikasi visual. Terkait passion, karena sejak naruto season 1 sampe naruto shippuden, passionku sudah ada di desain grafis, jadi khawatir kalo masuk Seni murni atau kriya aku bakalan frustasi dan mati mimisan. Sedangkan waktu, pada saat kebingungan itu waktu untuk mengentri kuisioner penjurusan emang mepet L. Tapi disaat- saat seperti itulah rangkulan dariNya selalu datang.

Namun si kendala waktu makin membuat tertekan, sehingga akhirnya akupun memantapkan hati untuk memilih program studi Desain Komunikasi Visual sebagai jembatan yang insyaAllah tepat untuk mencapai target- targetku. 1 kalimat yang saat itu membuatku mantap yaitu ‘kondisi tak akan pernah kuizinkan untuk merusak ranah impianku, tak akan!’. Well, akupun masuk prodi tersebut, walau sebenarnya dengan susah payah karena mesti berjihad melawan kebimbangan dan pameran penjurusan.

Tetapi setelah nyaris 1 semester menempuh pendidikan di dkv, kekhawatiranku makin terasa, ternyata memang benar bahwa kondisi membuat banyak kendala, kondisi disitu yaitu karena tidak adanya fasilitas yang menunjang sperti laptop, dan media digital lainnya. Bahkan aku bisa dibilang sangat ajaib bisa menempuh 1 semester di dkv dengan tak adanya fasilitas- fasilitas tersebut.
Aku yang saat itu terlalu stress, menumpahkan semuanya dalam suatu paragraf di salah satu jejaring sosial, yang sebenarnya gak bertujuan apapun, apalagi berbagi penderitaan. Memang banyak sekali yang menanggapi, tapi sebenarnya bukan itu yang kuharapkan, walau memang agaknya membuat hati tenang dengan banyak ucapan mereka yang terdengar seperti ‘sabar yaa’. Tapi tak lama beberapa jam dari paragraf itu dibuat, muncullah pesan dari Mas Imam, salah satu relawan BIUS, yang menjadi perantara pertolonganNya.

Beliau menawarkan aku pertolongan, tentunya pertolongan finansial agar aku dapat melanjutkan kuliah dengan kondisi yang lebih layak. Beliau mengenalkanku dengan seorang temannya yang mampunyai ketertarikan yang sama denganku yaitu pada seni dan desain, beliau mengenalkanku denagn Mas Huda, alumni Elektro ITB. Sebenaraya Mas Huda inilah yang akan memenuhi kebutuhanku beruapa fasilitas penunjang kuliah tersebut, Mas Imam sebagai penghubungnya tapi bagaimanapun Mas Imam sebagai kuncinya, makasih ya Mas Imam, berkat Mas Imam aku gak usah merepotkan temen lagi karena sering meminjam laptopnya, hehe.
Oke kita lanjutkan kisahnya, setelah pertemuanku dengan Mas Huda, akupun benar- benar dibantu dalam hal fasilitas penunjang akademik oleh beliau, sejak itulah Dell studio XPS 16 ini lahir, aku pikir, kenapa gak yang biasa aja, asalkan bisa buka corel dan photoshop udah cukup kok. Tapi Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan bukanlah yang kita inginkan. Well, sekarang aku benar- benar terbantu oleh si cudell ini (baru dinamai 5 menit yang lalu)  dalam mengerjakan tugas- tugas yang diamanahkan dkv.

Oh iya, ini kan kisah mengenai sang tangan kanan dan intuos4 kok belum terdengar nama2 itu yah? Hehe, dari sinilah sebenaranya kisahnya dimulai (lalu yang sebelumnya- sebelumnya apa?? [yee, kalo nggak ada yang sebelum- sebelumnya nggak akan sampe sini kisahnya -_-]). Mas Huda ternyata punya proyek membuat komik strip dan kebetulan beliau masih kekurangan artist untuk menggarap komiknya, karena kalau hanya beliau terkendalakan oleh waktu. Secara dia seorang yang super sibuk jauh di Sudan sana.

Well, akhirnya aku ditawari proyek komik strip itu, dan inilah dia, berhubung dalam menggarap komik dibutuhkan media yang lebih selain laptop, agar hasilnya optimal maka Mas Huda bersedia memfaislitasi padaku sebuah pen tablet yaitu wacom intuos4 :D dan dari situlah mereka, sang tangan kanan dan si intuos4 berkenalan, namun ternyata si intuos4 tak semudah pensil untuk didekati, butuh waktu untuk mengenalnya lebih jauh J kok sang tangan kanan terkesan playboy ya -_-

Begitulah, tak pernah terduga sebelumnya rezeki itu berawal dari sebuah ungkapan di jejaring sosial, mungkin itulah jawaban dariNya, mungkin inilah yang disebut dengan rezeki yang tak disangka- sangka. Dan hidup memang penuh dengan ketidakterdugaan, dan karena itulah hidup menjadi lebih mengasyikkan. Dan karena asyik itu pulalah kita tak perlu bahkan tak boleh berpikiran untuk tidak resuming the life  J

Harapannya kalian yang menag sempat membaca curcolan ini dapat menjadikan kisah ini sebagai pelajaran karena pelajaran itu bukan hanya berasal dari pengalamanmu, sesekali relakan hati untuk menjadi seorang penonton, agar kedepannya dapat membangun tokoh utama yang lebih baik di kehidupan masing- masing. Karena sebenarnya, akhir cerita bergantung pada tokoh utamanya(biasanya begitu sih, hehe).uda abersH

No comments:

Post a Comment